Rabu, 14 Maret 2012

IbuKu


  PADAMU IBU “

Ibu,......
Pancaran kasihmu tak dapat aku bandingkan,........
Dengan sinar pelangi di atas sana,.......
Belai kasihmu tak dapat aku rangkai,.....
Menjadi sebuah syair sang penyair,.....

            Rasa sayangmu,....
            Tak mungkin dapat ku hitung,....
Dan tak mungkin bisa aku tukar,.....
Dengan gemerlap emas permata,....
Dan kilauan ribuan mutiara,.......

Ibu,......
Kasih dan sayangmu,....
Yang sangat tulus engkau berikan padaku,.....
Sepanjang jalan hidupku,......
Dan  seberat apapun beban pada diriku,.....

            Engkau selalu menjadi teman,.......
            Dalam kekalutan yang ada,....
            Dalam keresahan yang menimpa,.....
Bahkan,.....
            Dalam kesedihan dan air mata,.....



Engkau bagaikan embun pagi,.....
Yang selalu meneteskan secercah kehidupan,....
Bagi  jiwa-jiwa gersang,.....
Yang,.....
Selalu berharap untuk,....
Setetes kehidupan masa depan,......
           

Ibu,.....
Setiap langkahmu adalah hidupku,....
Setiap senyummu adalah keceriaanku,.....
Setiap candamu adalah tawaku,.....
Bahkan,......
Setiap tetes air matamu adalah kesedihanku,.....

            Sebaliknya ibu,.......
            Setiap kegelisahanmu adalah kekalutanku,......
            Setiap kesedihanmu adalah kegelisahanku,.....
Dan,......
            Setiap kemurkaanmu adalah dosa-dosaku,....

Ibu,......
Jalanku masih panjang,.....
Tuntunlah aku dengan kasihmu,....
Hidupku masih suram,.....
Sinarilah aku dengan sayangmu,......



            Ibu,.....
            Hanya padamu aku bersimpuh,...
            Hanya padamu aku bersujud,......
            Untuk membasuh dan meminum air surgamu,.....

Terus terang,......
Aku tidak bisa membalas semua jasa,...
Dan pengorbananmu,....
Aku tidak yakin,.....
Hanya dengan pengabdianku padamu,.....
Aku dapat membalas,....
Semua yang pernah engkau berikan padaku,....

            Karena aku sadar ibu,....
            Bahwa kasihmu sepanjang jalan,....
            Sedang kasihku padamu hanya sepanjang galah,.....
            Dan aku tahu ibu,.......
            Kasih sayangmu tidak bisa aku rangkai dengan kata-kata,....
            Dan tidak  bisa aku artikan dengan seribu bahasa,......

Ibu,......
Engkau adalah belahan iiwaku,......
Engkau adalah urat nadiku,......
Dan engkau adalah kehidupan dan kematianku,....

            Wahai ibu,......
            Izinkanlah aku tidur nyenyak dipangkuanmu,....
            Selama mataku masih mau terpejam,.......
            Biarkanlah aku tertawa disisimu,......
            Selama mulutku masih mampu tuk menganga,.....
            Biarkanlah aku menangis di sujudmu,....
            Selama air mataku masih belum mengering,....
Dan,.....
            Masih mampu tuk mengalir,......

Bahkan,....
            Izinkanlah aku memandangmu,.....
            Tepat didepanku,......
            Selama engkau masih nampak jelas tuk ku pandangi,......

Hanya padamu ibu,.....
Kehidupanku,......
Hanya untukmu ibu,.......
Kematianku,.......

Dan hanya padamu ibu,........
Ku panjatkan do’a-do’aku,......
Yang hanya sedikit balasan dari anakmu,....
Atas besarnya jasa dan pengorbanan-mu,.......                 




22 Desember 2006
Hari Ibu
Yono AR

Sufi


MENEMUKAN KEBENARAN

Tujuan terakhir dari syeikh sufi adalah membantu muridnya menemukan kebenaran dalam diri dan untuk dicerahi tentang hakikat. Agar terpenuhi setiap waktu, penyinglah menetuka sebab-sebab ketidak bahagiaan. Sebab hakiki dari ketidak puasan berakar pada pelanggaran-pelanggaran batas, pembangkangan, pengharapan, hasrat, ketakutan, kecemasan dan aspek-aspek lain sepeti kurangnya pemahaman tentang alam hakikat. Dari sisi pandangan kaum sufi, amal ibadah dasar yang ditetapkan oleh syariat seperti sholat, zakat, puasa, naik haji dan seterusnya, walaupun wajib tidaklah cukup untuk kabanyakan manusia yang sakit dalam rumah sakit besar d idunia.
Dunia adalah rumah sakit Tuhan dan para Rasul, Nabi serta para Wali atau syeikh sufi adalah dokter jiwanya, karena ada berbagai jenis penyakit, maka bangsal rumah sakitpun berbeda-beda. Ada klinik dimana pasien tak tinggal lama, ada kamar dimana pasien tinggal hanya beberapa minggu, dimana ada kamar bedah dimana para dokter atau syeikh sufi sibuk “mengoperasi” pasien-pasiennya. Kita dapat pula obat-obat yang diresepkan sesuai dengan keperluan pasien, dengan mempertimbangkan lingkungan seluruhnya dan semua keadaan sekitar.
Fungsi terakhir dari seorang guru sufi ialah memindahkan si pencari secara berangsur-angsur, sesuai dengan kecepatan langkahnya, sampai ketingkat dimana ia mampu membaca “kitab” yang ada di dalam hatinya. Apabila si pencari mempelajari seni ini dan menjadi kuat serta bertindak sesuai dengan kehendak, maka jelaslah ia sedang maju dan berkembang. Tujuan si syeikh ialah melepaskan dan menyampaikan kepada orang lain apa yang telah dicapainya sendiri.
Proses ini, dinyatakan sebelumnya, dapat ditingkatkan apabila lingkkungan maupun pendampingnya tepat, dan bilamana si murid berniat untuk belajar dan berkemauan untuk bertindak dengan semestinya. Guru tidak bisa berbuat banyak bila si pencari tidak ingin maju. Si penempuh jalan bisa menyerah pada suatu tahap perjalanan, selangkah tinggal selangkah lagi. Namun kadang-kadang walaupun si murid ingin ingin maju tidak ada jaminan bahwa tujuannya akan terpenuhi sesuai dengan harapan. Syeikh Al-Faituri (1979) berkata sebagai berikut tentang dilema guru dalam salah satu syairnya “ Betapapun besar si guru berusaha. Betapapun besar si murid menghendaki. Betapapun khusu’nya dia (beribadah) siang dan malam. Akhirnya pencerahan adalah anugerah Allah.
Tugas guru ialah membimbing si pencari sepanjang jalan yang sudah di tertibkan sampai dititik mana ia mampu duduk dalam kejagaan mutlak tanpa menjaga sesuatu. Ini puncak terakhir yang murni dan sederhana dari puncak meditasi (Khalwat).
Sejak itu seterusnya hanya Allah yang dapat menolong dia. Jadi si pencari harus melengkapi sendiri setengah lingkaran, tetapi setengah lingkaran lagi tidak berada di daerah kekuasaannya. Anda naik setinggi anda dapat memanjat, lalu beserah diri.
Menurut pengalaman para sufi, tingkat kemajuan sepanjang perjalanan spiritual tidak menurut garis lurus. Makin banyak waktu yang anda curahkan untuk memperaktekkan bahasa, makin cakap anda dalam berbahasa, karena hal itu dapat diprogram sehingga dapat diukur dan oleh karena itu lebih mudah diperoleh, disisi lain ilmu kebatinan dapat diukur tapi sukar untuk mengukurnya.
Apabila seseorang sanggup melenyapkan sama sekali segala keterikatan sekarang ini juga, kebangunan akan segera dicapai.  Apabila tidak demikian, maka ia harus melewati tumpukan disiplin, peringatan yang terus menerus dan penderitaan yang tak henti-henti untuk sampai pada kesadaran yang sempurna. Kemajuan spiritual tidak bisa diukur seperti mengukur usaha-usaha lain. Orang mungkin menghabiskan waktu bertahun-tahun tanpa nampak terjadi sesuatu dan tiba-tiba saja dalam waktu dua hari segala sesuatu terjadi.
Orang mungkin menghabiskan waktu bertahun-tahun mentaati gurunya dan merasa bahwa tak terjadi banyak kemajuan, padahal dalam realitasnya mungkin amat banyak “karat” spiritual telah disingkirkan dalam waktu itu. Seperti menyingkirkan karat setebal beberapa inchi dan masih belum dapat melihat dasar logam dibawahnya. Padahal logam itu mungkin tinggal satu mili meter karat lagi. Kita tak mampu mengukur kemajuan spiritual secara lahiriah, karena ia berdasar pada kesucian hati dan kemudian untuk menanggalkan keterikatan.
Itu tergantung pada derajat ketundukan si pencari kepada Nabi. Mula-mula ia tunduk dengan menggunakan penalaran dan akalnya, dan dengan mempelajari seluruh hubungan kausalitas. Kemudian kemajuan spiritual mengambil momentumnya sendiri. Kemudian ketundukan yang sederhana membawanya pada ketundukan yang lebih manis, dan lebih spontan tanpa mengandung keraguan. Sebelum keadaan ini tercapai, tak banyak yang dapat terjadi. Jadi, waktu yang diperlukan untuk terjadinya pembukaan-pembukaan tertentu tidak dapat diukur semudah itu. Hubungan yang patut antara pencari dan guru spiritual diperlukan agar dapat dicapai kemajuan yang berkelanjutan.
Murid terdekat syeikh sufi Imam Junaidi bernama Syibli. Imam Junaidi (910) sangat mencintainya. Pernah dalam suatu pertemuan, salah satu anggotanya mulai mengagumi dan memuji Syibli di hadapannya dan banyak orang lain. Imam Junaidi menyela dan mulai menceritakan segala kesalahan dan kekurangan Syibli. Syibli merasa malu dan diam-diam mengundurkan diri dari pertemuan itu. Ketika ia pergi, Imam Junaidi berkata “ saya melindunginya dari perisai penghinaan dari panah berbisa pujian yang berlebihan”. Karena Imam junaidi tahu kalau Syibli hampir mencapai suatu maqam spiritual. Dan apabila pujian-pujian itu tidak dipotong, mungkin akan melambungkan egonya dan menciptakan rintangan. Rintangan terbesar terhadap kebangunan batin ialah menghargai diri sendiri.
Seluruh jalan hidup sufi berkisar pada menghilangkan keterikatan, dan keterikatan yang terbesar dan terburuk kebetulan adalah ilmu pengetahuan.

Manunggal


MANUNGGALING KAWULO GUSTI
HIDUP LAGI

Silogisme Buku : Ibnu Al-Arabi, Wihdatul Wujud dalam perdebatan

            Menelusuri pemikiran seorang filsuf seakligus Sufi seperti halnya Ibnu Arabi, selalu dihadapkan pada sisi yang problematis. Karena gagasan dan gaya bahasanya yang selalu memkikat, mengasyikkan tapi sekaligus membingungkan, apalagi yang berkaitan dengan otentitas Islam (Tauhid). Bagaikan seseorang yang memasuki hutan, ia akan mendapatkan berbagai jenis pepohonan dengan kesegaran aroma bunga dan pemandangan yang indah serta menimbulkan daya fantasi dan imajinasi, sehingga orang terkesan diajak memasuki dunia metafisis, sebuah alam surgawi. Tapi, bagaimanapun juga di dalam hutan yang indah itu orang sering merasa was-was oleh kemungkinan selalu ada bahaya yang membuntutinya. Seperti sengatan binatang berbisa, tersesat ataupun terperangkap dalam gelap ataupun bahaya yang lain.
            Konsep Wihdatul Wujud ini merupakan konsep Tauhid yang sangat radikal. Paham kesatuan wujud, kira-kira adalah sebuah pandangan yang menenkankan bahwa tidak ada wujud yang sejati dan mutlak yang mencakup semua wujud kecuali Allah yang Maha Mutlak saja. Pemutlakan wujud Allah sekaligus akan menenggelamkan wujud yang lain. Allah adalah Esa dalam wujud, karena semua yang mungkin yang dapat dilihat dalam keadaan ini disifati dengan ketiadaan semua yang mungkin itu tidak mempunyai wujud, meskipun tampak bagi yang melihat.
            Ide Ibnu Al-Araby yang telah membangkitkan perdebatan panjang tak berkesudahan antara pembela dan penentangnya yang paling terkesan adalah Doktrin Wihdat Al-Wujud. Persoalan inti yang diperdebatkan disini adalah hubungan ontologis antara Tuhan dan Alam (Makhluq).
            Problem dan analisa yang disajikan oleh Al-Araby sesungguhnya merupakan tema abadi yang senantiasa aktual karena berhadapan langsung dengan persoalan eksistensial dan hakikat makna dan tujuan hidup itu sendiri. Konsep tauhid Wihdat Al-Wujud diantaranya akan selalu menimbulkan pertanyaan tentang apa dan siapakah Wujud mutlak itu sendiri? Jika wujud mutlak itu hanya Allah, sedangkan yang lain hanya relatif yang secara ekstrim sesungguhnya wujud relatif itu hilang dihadapan yang mutlak, maka dimanakah posisinya? Serta apakah arti wujud selain wujudnya?
            Pertanyaan semacam ini akan dan selalu menjadi agenda renungan serius bagi pencari makna hidup dari zaman ke zaman. Karenanya ketika seseorang memasuki persoalan ini, sesungguhnya ia sedang memasuki perburuan yang juga dimasuki oleh sekian banyak filosuf dan mistikus yang datang dari berbagai macam kelompok sepanjang sejarah. Sehingga tidak mengherankan bahwa persoalan yang terkandung dalam istilah-istilah semacam Wihdat Al-Wujud, Panateisme, Manunggaling Kawulo Gusti dan lain-lain telah banyak menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
            Karena ide yang dikemukakan merupakan parannial question (pertanyaan yang abadi) yang berkenanaan dengan kajian metafisis ontologis, maka posisi Ibnu Al-Araby tidak populer, khususnya di mata ahli kalam dan fiqih. Lebih dari itu bahkan, Ibnu Al-Araby dianggap telah menyebrang pagar alias murtad. Namun sementara dikalangan para pengagumnya juga para sarjana non muslim, ia dilihat sebagai filosuf yang mengundang kekaguman dan respek karena sumbangan intelektualnya bahkan pengikutnya malah menyebutnya sebagai Syaikhul Akbar.
            Tidaklah mengherankan jika Ibnu Al-Araby dikatakan murtad dan sebagiany oleh golongan-golongan diatas, karena memang ada pendapat yang menyatakan bahwa konsep tauhid yang dibawa oleh Ibnu Al-Araby adalah Tauhid tingkat tinggi.



                                                                                               

Leader


LEADER AND LEADERSHIP
(PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN)

By : Yono Al-Robbany

            Hampir setiap orang dalam kehidupan masyarakat dipercaya memegang posisi sebagai pemimpin. Realitas menunjukkan bahwa hampir semua orang akan menjadi orang tua, dimana orang tua ini adalah pemegang posisi pemimpin terutama bagi anggota kerabatnya atau sanak familinya dan minimal bagi anaknya sendiri. Disamping, setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan juga pemimpin bagi kelompoknya.
            Realitas menunjukkan bahwa tidak semua orang dapat mengikuti latihan yang efektif dalam pelatihan kepemimpinannya, maka sering menemui kesulitan dalam organisasi yang dipimpinnya. Padahal kunci kesuksesan dalam sebuah organisasi terletak pada dinamika dan efektivitaskepemimpinan.

APAKAH PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN ITU??
            Pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua kata yang mempunyai makna berbeda. Pemimpin atau Leader menunjukkan pada subjek atau individunya, yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kekuasaan yang diberikan oleh anggota atau orang yang dipimpin. Dalam hal organisasi, berarti seorang yang telah diberi kekuasaan oleh anggotanya untuk menjalankan kekuasaannyadalam suatu organisasi.
            Kekuasaan sendiri sebenarnya adalah merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak si pemegang kekuasaan. Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, maka orang itu dinamakan pemimpin atau leader. Sedangkan kepemimpinan atau Leadership adalah kemampuan dari seseorang untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mengikuti kehendaknya. Kepemimpinan sendiri merupakan unsur yang dinamis, yang sanggup mengkaji masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang serta berani mengambil keputusan yang dituangkan dalam tindakan yang dilakukan.
            Pencapaian tujuan dalam sebuah organisasi dapat ditempuh dan dapat tercapai dengan efisien yaitu dengan menggunakan atau diperlukan suatu strategi khusus dalam kepemimpinan, salah satunya menerapkan kepemimpinan yang efektif.
            Dalam beberapa hasil penelitian, sifat seorang pemimpin diyakini mampu mengantarkan pada keberhasilan dalam memimpin dan mengelola sebuah organisasi. Dalam berbagai perkembangan studi psikologi kontemporer dinyatakan bahwa ternyata keberhasilan hidup seseorang sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola kecerdasan emosi dalam hubungannya dengan pengelolaan diri maupun dengan orang lain.
Edwin Ghiselli (1971)  dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa sifat-sifat tertentu yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif dan berhasil dalam memimpin dan mengelola sebuah organisasi, antara lain :
1.      Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas
2.      Kebutuhan akan prestasi yang mencakup tanggung jawab dan keinginan untuk sukses
3.      Kecerdasan
4.      Ketegasan
5.      Kepercayaan diri
6.      Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak dengan inovasi yang baru
Sementara itu, tokoh Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, memformulasikan sifat-sifat pemimpin, antara lain :
1.      ING NGARSO SUNG TULODO, yaitu disaat ada didepan mampu memberi contoh dan teladan yang baik
2.      ING MADYO MANGUN KARSO, ditengah-tengah memberikan motivasi
3.      TUT WURI HANDAYANI, disaat berada dibelakang mampu mempengaruhi, mengayomi, dan bertanggung jawab.
Salah satu contoh bagi kita adalah Nabi Muhammad SAW sebagai seorang Rasul sekaligus sebagai seorang pemimpin yang berpengaruh bagi umatnya, dengan memiliki sifat-sifat yangmulia antara lain :
1.      Siddiq, berlaku benar atau jujur
2.      Amanah, mempunyai komitmen atau tanggung jawab yang tinggi
3.      Tabligh, kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi
4.      Fatonah, yang dapat diartikan sebagai kecerdasan, kemahiran terhadap bidang tertentu.

PENDEKATAN DALAM ANALISIS KEPEMIMPINAN?
            Secara teoritis ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui atau menganalisis kepemimpinan, yaitu :
  1. Pendekatan Bakat
  2. Pendekatan Situasional, pendekatan ini memfokuskan pada faktor-faktor :
a.       Tuntutan tugas
b.      Harapan dan tingkah laku teman setingkat
c.       Karakteristik, harapan dan tingkah laku bawahannya
d.      Budaya Organisasi dan kebijakannya
  1. Pendekatan Bakat dan Situsional, teori ini merupakan solusi untuk menjelaskan kegagalan dari dua teori diatas. Teori ini menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses yang melibatkan pemimpin, anak buah dan situasinya.

JENIS DAN TIPE KEPEMIMPINAN??
            Menurut Max Weber yang dikuti Riberu (1982) ada tiga jenis kepemimpinan, yaitu :
  1. Kepemimpinan Kharismatik, yaitu seseorang yang seolah-olah diberi tugas khusus dan dikarunia bakat-bakat khusus oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin.
  2. Kepemimpinan Tradisional, adalah kepemimpinan yang mendapatkan kekuasaan berdasarkan warisan dari leluhurnya.
  3. Kepemimpinan Legal, yaitu kepemimpinan yang diperoleh dari pelimpahan wewenang berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
Secara umum jenis pimpinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
  1. Pimpinan Formal, yang diangkat secara resmi untuk memangku jabatan dalam struktur organisasi tertentu. Ciri –ciri pimpinan formal antara lain:
a.       Masa jabatannya tertentu, ada jangka waktunya.
b.      Sebelum diangkat harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu
c.       Mendapatkan balasan jasa material dan immaterial
d.      Apabila melakukan kesalahan-kesalahan akan disanksi atau dihukum
e.       Selama menjabat diberi kekusaan dan wewenang
  1. Pemimpin Informal adalah orang yang tidak mendapatkan formalitas sebagai pemimpin, tetapi memiliki kualitas unggul. Adapun ciri-cirinya :
a.       Tidak memiliki keformalan
b.      Hanya ditunjuk dan diakui oleh pengikutnya
c.       Tidak mendapat dukungan formal dalam menjalankan tugasnya
d.      Biasanya tidak mendapatakan imbalan jasa
e.       Tidak dapat memutasikan
f.       Jika melakukan kesalahan tidak dapat dihukum, hanya mengurangi respect pada dirinya saja.
Menurut Rustandi Achmad (1987) secara umum dikenal ada empat tipe kepimimpinan, yaitu :
1.      Tipe Kepemimpinan Otokratis, yaitu tipe kepemimpinan yang tidak memberikan kesempatan berpendapat kepada orang lain.
2.      Tipe Kepemimpinan Birokratis, yaitu tipe kepemimpinan yang berdasarkan peraturan dan prosedur.
3.      Tipe Kepemimpinan yang bersifat bebas, dimana seorang pemimpin merasa tidak peduli terhadap yang dipimpinnya.
4.      Tipe Kepemimpinan Demokratis, tipe kepemimpinan yang merupakan perpaduan antara kepemimpinan otokratis dan kepemimpinan yang bebas.