Rabu, 14 Maret 2012

Manunggal


MANUNGGALING KAWULO GUSTI
HIDUP LAGI

Silogisme Buku : Ibnu Al-Arabi, Wihdatul Wujud dalam perdebatan

            Menelusuri pemikiran seorang filsuf seakligus Sufi seperti halnya Ibnu Arabi, selalu dihadapkan pada sisi yang problematis. Karena gagasan dan gaya bahasanya yang selalu memkikat, mengasyikkan tapi sekaligus membingungkan, apalagi yang berkaitan dengan otentitas Islam (Tauhid). Bagaikan seseorang yang memasuki hutan, ia akan mendapatkan berbagai jenis pepohonan dengan kesegaran aroma bunga dan pemandangan yang indah serta menimbulkan daya fantasi dan imajinasi, sehingga orang terkesan diajak memasuki dunia metafisis, sebuah alam surgawi. Tapi, bagaimanapun juga di dalam hutan yang indah itu orang sering merasa was-was oleh kemungkinan selalu ada bahaya yang membuntutinya. Seperti sengatan binatang berbisa, tersesat ataupun terperangkap dalam gelap ataupun bahaya yang lain.
            Konsep Wihdatul Wujud ini merupakan konsep Tauhid yang sangat radikal. Paham kesatuan wujud, kira-kira adalah sebuah pandangan yang menenkankan bahwa tidak ada wujud yang sejati dan mutlak yang mencakup semua wujud kecuali Allah yang Maha Mutlak saja. Pemutlakan wujud Allah sekaligus akan menenggelamkan wujud yang lain. Allah adalah Esa dalam wujud, karena semua yang mungkin yang dapat dilihat dalam keadaan ini disifati dengan ketiadaan semua yang mungkin itu tidak mempunyai wujud, meskipun tampak bagi yang melihat.
            Ide Ibnu Al-Araby yang telah membangkitkan perdebatan panjang tak berkesudahan antara pembela dan penentangnya yang paling terkesan adalah Doktrin Wihdat Al-Wujud. Persoalan inti yang diperdebatkan disini adalah hubungan ontologis antara Tuhan dan Alam (Makhluq).
            Problem dan analisa yang disajikan oleh Al-Araby sesungguhnya merupakan tema abadi yang senantiasa aktual karena berhadapan langsung dengan persoalan eksistensial dan hakikat makna dan tujuan hidup itu sendiri. Konsep tauhid Wihdat Al-Wujud diantaranya akan selalu menimbulkan pertanyaan tentang apa dan siapakah Wujud mutlak itu sendiri? Jika wujud mutlak itu hanya Allah, sedangkan yang lain hanya relatif yang secara ekstrim sesungguhnya wujud relatif itu hilang dihadapan yang mutlak, maka dimanakah posisinya? Serta apakah arti wujud selain wujudnya?
            Pertanyaan semacam ini akan dan selalu menjadi agenda renungan serius bagi pencari makna hidup dari zaman ke zaman. Karenanya ketika seseorang memasuki persoalan ini, sesungguhnya ia sedang memasuki perburuan yang juga dimasuki oleh sekian banyak filosuf dan mistikus yang datang dari berbagai macam kelompok sepanjang sejarah. Sehingga tidak mengherankan bahwa persoalan yang terkandung dalam istilah-istilah semacam Wihdat Al-Wujud, Panateisme, Manunggaling Kawulo Gusti dan lain-lain telah banyak menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
            Karena ide yang dikemukakan merupakan parannial question (pertanyaan yang abadi) yang berkenanaan dengan kajian metafisis ontologis, maka posisi Ibnu Al-Araby tidak populer, khususnya di mata ahli kalam dan fiqih. Lebih dari itu bahkan, Ibnu Al-Araby dianggap telah menyebrang pagar alias murtad. Namun sementara dikalangan para pengagumnya juga para sarjana non muslim, ia dilihat sebagai filosuf yang mengundang kekaguman dan respek karena sumbangan intelektualnya bahkan pengikutnya malah menyebutnya sebagai Syaikhul Akbar.
            Tidaklah mengherankan jika Ibnu Al-Araby dikatakan murtad dan sebagiany oleh golongan-golongan diatas, karena memang ada pendapat yang menyatakan bahwa konsep tauhid yang dibawa oleh Ibnu Al-Araby adalah Tauhid tingkat tinggi.



                                                                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar